15 April 2009

Analisa Perang Iraq

”There has always been war and there always be war”

Setelah berakhirnya perang dunia II, segala upaya dan cara dilakukan untuk mencegah atau setidaknya meminimalisir terjadinya konflik bersenjata. Piagam PBB telah mengikat para pendirinya pada suatu politik perdamaian universal melalui ketentuan yang ditetapkan pada pasal 2 ayat 4 bahwa:
Semua anggota dalam hubungan internasionalnya harus menahan diri untuk tidak mengancam atau menggunakan kekuatan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara lain.
Tujuan suatu komunitas internasional untuk terbebas dari konflik dan peperangan memang sukar dipahami, dan pemerintah atau negara masih terus berusaha mengejar impiannya untuk mendapatkan keamanan nasional yang mutlak. Namun, keamanan dalam politik dunia anarki yang terkontrol adalah sangat relatif, terlebih jika dihadapkan pada kepentingan nasional (national interest) sebuah negara.

Karl von Clausewitz, seorang jendral Prussia dalam bukunya yang berjudul On War, meringkaskan hubungan yang tidak terpisahkan antara perang dan politik. Ajaran utama doktrin Von Clausewitz adalah subordinasi perang terhadap tujuan-tujuan politik. Pengaruh para politisi harus lebih menonjol dari pengaruh para jendral. Von Clausewitz dengan jelas membatasi peranan wakil-wakil militer didalam kabinet, yaitu hanya sebagai penasehat teknis; partisipasi para wakil tersebut dalam proses pembuatan keputusan tidak boleh terlalu besar. Pendeknya bagi Clausewitz aksi militer tidak bisa dipisahkan dari politik.1

Para decision maker nampaknya sangat menyadari hal ini. Dengan kewenangan yang dimilikinya mereka mampu menyerukan genderang perang meskipun mereka bingung bagaimana cara untuk menghentikan apa yang telah mereka awali.

George W. Bush presiden Amerika Serikat yang menyerukan perang terhadap Iraq pada tahun 2003 menjadi bukti sahih akan korelasi tak terpisahkan antara politik dengan perang. Spekulasi mengenai faktor dibalik perang ini terus beredar, mulai dari yang jelas ter-expose hingga tujuan lain yang menjadi “secret aim” dalam operasi militer yang dilancarkan Amerika Serikat ke Iraq.



Perang Iraq
“Victory in Iraq is a Vital U.S. Interest”2.
Ada apa dibalik kepentingan vital Amerika Serikat dalam menginvasi Iraq? Perang Iraq terjadi begitu saja tanpa adanya faktor-faktor yang menstimulir para politisi di Amerika untuk menginvasi Iraq. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perang ini, yaitu:
1.Global War on Terrorism
“Terorisme menyerang nilai-nilai yang menghormati hak asasi manusia, supremasi hukum, toleransi antar masyarakat serta resolusi konflik secara damai. Sebagai akibatnya, terorisme dapat membahayakan kebebasan dan keadilan sehingga akan menjadi ancaman bagi demokrasi.”3

“To Protect the American People, We Must Fight The Terrorists Where They Live So We Do Not Have To Fight Them Where We Live”4
Penyebab pertama perang Iraq yang banyak di ekspose oleh media dan bahkan pernyataan yang secara resmi dikeluarkan oleh Gedung Putih adalah perang terhadap terorisme. Presiden Bush mengatakan:
“These killers [Iraq insurgents], joined by foreign terrorists, are a serious, continuing danger.”5

Al-Qaeda sebagai salah satu jaringan teroris yang disinyalir oleh Amerika berada dibalik serangan 11 September terhadap twin tower WTC dan basis pertahanan Amerika Pentagon menjadi perhatian tersendiri. Terlepas dari kontroversi dibalik serangan yang diyakini hampir mustahil dilakukan oleh jaringan teroris, Gedung Putih menyatakan bahwa serangan 9/11 merupakan hasil karya Al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama Bin Laden. Faktor pertama ini menjadi satu faktor dominan yang jelas tampak dipermukaan. Ditambah lagi Amerika yang menunjukkan eksistensinya sebagai pemimpin terdepan dalam Global War on Terrorism.

2.WMD (Weapon of Mass Destructions)
In building an argument that the United States needed to oust Saddam Hussein from power militarily, the Administration asserted that Iraq constituted a gathering threat to the United States because it continued to develop weapons of mass destruction (WMD) that it could potentially transfer to international terrorist groups, including Al Qaeda, with which Iraq was allied, in the Administration view.6
Faktor kedua yang memiliki korelasi dengan perang Iraq adalah kapabilitas negeri 1001 malam ini dalam memproduksi senjata pemusnah massal (Nuclear Weapon). Ditambah laporan CIA yang menyebutkan bahwa Iraq memiliki stock nuklir di nuclear arsenalnya.7 Hubungan yang erat antara Iraq dengan Al-Qaeda menjadi perhatian tersendiri bagi Amerika, ketakutan Amerika akan tersebarnya WMD Iraq ketangan para teroris terutama Al-Qaeda membuat negeri Paman Sam ini secara intensif memperhatikan perkembangan Iraq hingga dibuatnya keputusan pada tahun 2003 untuk menginvasi negara yang saat itu dikuasai oleh Saddam Husain.

3.Demokratisasi
Saddam Husain dikenal sebagai pemimpin bertangan besi. Sebagai seorang diktator, Faktor Ideosincretic Saddam berpengaruh besar terhadap segala kebijakan baik kedalam maupun keluar negeri. Sistem pemerintahan dambaan yang digembar-gemborkan Amerika-Demokrasi-menjadi hal yang sangat disepelekan olehnya. Pelanggaran HAM menjadi salah satu hal yang menonjol dalam rezim tirani bentukan Saddam ini.
“The focus of the funds requested for the Political Track includes building the capacity of Iraq’s national institutions and civil society as well as developing a more stable democracy and robust civil society”8
Rezim tirani dalam kawasan Timur Tengah tentunya dapat mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung kelancaran diplomasi dan lobi AS di kawasan tersebut. Hal ini pula yang menjadi satu pertimbangan AS dalam invasinya ke Iraq. Sebagai contoh, saat terjadinya perang antara Iraq dengan Quwait harga minyak menjadi tidak stabil dan tentu saja AS terkena imbasnya.

4.Minyak
Bukan perkara baru jika Amerika Serikat seringkali memiliki tujuan terselubung dibalik invasinya ke suatu negara. Demikian pula dengan invasinya ke Iraq.

“The United States clearly seeks to promote stability and fight terrorism in these and other areas of the world. But it is also true that the areas that are garnering the greatest degree of attention from Washington -- the Middle East, the Caspian Sea basin, and the Andean region -- are also areas that figure prominently in the administration's long-term energy strategy”9
* The United States must satisfy an ever-increasing share of its oil demand with imported supplies. (At present, the United States imports about 10 million barrels of oil per day, representing 53 percent of its total consumption; by 2020, daily U.S. imports will total nearly 17 million barrels, or 65 percent of consumption.)10
* The United States cannot depend exclusively on traditional sources of supply like Saudi Arabia, Venezuela and Canada to provide this additional oil. It will also have to obtain substantial supplies from new sources, such as the Caspian states, Russia, and Africa.11

Kebutuhan Amerika akan sumber daya terutama minyak menjadi satu kausa tersendiri. Semakin berkurangnya sumber-sumber minyak dunia dan bertambahnya pemakaian dan kebutuhan terhadap energi tersebut membuat Amerika terus berusaha mendapat sumber-sumber baru yang diperkirakan dapat menutupi kebutuhannya selama beberapa dekade kedepan.
Teluk Persia merupakan tempat yang sangat tepat jika dikaitkan dengan minyak. Persediaan minyak diteluk tersebut diperkirakan bisa menutupi kebutuhan minyak Amerika hingga tahun 2020.
The Persian Gulf and its surrounding countries contain about 66 percent of the world’s proven reserves of oil and about 36 percent of total natural gas reserves (2000 estimate).12
Growth in Demand for Oil, 2000-202013

5.Penjualan senjata
Faktor lain dalam serangan Amerika ke Iraq adalah penjualan senjata. Dengan menciptakan sebuah cerita tentang teroris dan WMD, serta menciptakan iklim yang panas dapat menciptakan sebuah rekasi yang secara continue mempengaruhi perdagangan senjata ditingkat internasional. Hal ini biasa dikenal dengan Military Industrial Complex.
Keuntungan dalam jutaan dollar AS dapat diraup dengan cepat, tentu saja hal ini menguntungkan para produsen senjata dan para mafia senjata. Termasuk didalamnya para jendral, petinggi militer dan para petinggi pemerintahan di Amerika.








Analisa
The Causes of War
1.Efficient Causes.
 Terjadinya perang disebabkan oleh keadaan dimana negara yang satu (A) memiliki sesuatu yang diinginkan oleh negara yang lain (B). Hal – hal yang dapat menjadi sesuatu yang efektif untuk terjadinya perang antara lain adalah resources (sumber daya), territorial (wilayah), influence (pengaruh), dan juga power (kekuasaan).
Dalam perang Iraq, seperti pembahasan faktor penyebab diatas, invasi Amerika salah satunya disebabkan oleh Sumber daya minyak yang dimiliki Iraq. Ketakutan Amerika akan habisnya persediaan minyak dunia memicu negara adi daya ini untuk mencari sumber baru yang produktif.
Dengan demokratisasi Iraq, yang tadinya dikuasai oleh seorang diktator, dapat mempengaruhi pengaruh dan kekuatan Amerika di Timur-Tengah. Dunia internasional akan melihat Amerika sebagai pemimpin demokrasi dan sebagai pemilik super power yang patut ditakuti.
Invasi AS ke Irak merupakan "pameran" kekuatan militer dan teknologi
perang yang belum ada tandingannya. Meskipun "pameran" itu sebelumnya telah
diperlihatkan dalam perang di Afghanistan, invasi ke Irak memiliki nilai tersendiri bagi AS daIam rnenunjukkan supremasi militernya kepada dunia internasional. Berbeda dengan Afghanistan yang tidak memiliki angkatan bersenjata modern, Irak termasuk salah satu kekuatan militer yang diperhitungkan dalam percaturan politik dan geo-politik di Timur Tengah. Oleh karena itu, keberhasilan pasukan AS menguasai Irak dalam waktu yang relatif singkat telah mempertegas posisi negara itu sebagai adidaya tunggal (the only superpower). Disamping itu, invasi ke Irak tidak lain adalah bukti dari kembalinya power politics sebagai paradigma hubungan internasional.
2.Permissive Causes.
 Merupakan faktor penyebab perang yang terjadi akibat tidak adanya peran organisasi internasional dalam menanggapi konflik yang terjadi, sehingga konflik seperti dibiarkan terjadi.
Amerika Serikat sebagai negara adi daya memiliki kemampuan untuk tidak mengindahkan peran dari Organisasi Internasional. Bahkan organisasi internasional merupakan kendaraan politiknya untuk mencapai kepentingan nasional AS. Kecaman dunia internasional tidak bisa secara efektif mempengaruhi kebijakan perang yang didengungkan oleh Amerika.
3.Necessary Cause.
 Merupakan suatu hal yang wajib ada ketika terjadi perang. Contohnya adalah adanya persenjataan yang lengkap ataupun adanya dorongan dari negara lain yang membantu jika perang terjadi.
Penyebab ini terkait dengan perdangan illegal senjata. Dibalik kepentingan minyak dan lainnya, perdagangan senjata mendatangkan keuntungan bagi kalangan tertentu, dan tentunya kaum Hawkish yang sangat radikal dan mendukung langkah militer guna kepentingan mereka.
4.Sufficient Cause.
 Merupakan penyebab yang menjamin akan terjadinya perang. Contohnya adalah adanya dendam yang sudah ada sejak dulu ataupun adanya masalah di masa lalu yang belum selesai hingga sekarang dan hanya menunggu waktu untuk memulainya.
Dendam pribadi Bush Senior pada Iraq disebabkan kekalahan Amerika dalam perang teluk pada tahun 1990-1991. Ayah dan anak, keduanya memiliki hobi perang. pada 2003 akhirnya dengan segala dalih, Amerika menyerang Iraq, dan kali ini Bush junior yang menjadi pencetusnya.

S.A.T Factors
1.Structural Factor.
 Merupakan faktor yang mendasari suatu permasalahan. Dalam hal ini, permasalahan yang terjadi harus dapat dilihat apa akar permasalahannya yang dapat menyebabkan terjadinya konflik yang berujung kepada konflik bersenjata.
Akar permasalahan dalam perang Iraq cenderung sulit untuk ditentukan, banyak hal yang berpotensi untuk menjadi faktor dominan atau akar masalah yang menyebabkan invasi AS ini. Tapi menurut analisa Saya, minyak merupakan akar permasalahan dibalik semua ini.
Kebutuhan akan minyak benar-benar mendesak AS untuk melangkah agresif, ditambah lagi dukungan para ekonom dan perusahaan-perusahaan minyak dunia milik AS berada dibalik pemerintahan yang sesunguhnya. Mereka mampu mengatur strategi dalam pemilihan presiden dan mampu memainkan peran yang baik setelah boneka mereka terpilih menjadi presiden.
Ketakutan Amerika juga didasari pada pertumbuhan China sebagai konsumen terbesar dunia dalam penggunaan minyak. Hubungan China yang relatif lebih baik dengan Timur Tengah dibanding dengan AS membuat negeri Paman Sam mengambil strategi memotong.
Jika minyak sebagai komoditas utama perekonomian AS tidak bisa dikuasai, maka dalam beberapa dekade kedepan Amerika akan mengalami kerugian yang sangat besar. Ditambah matinya sektor perindustrian yang memiliki keterkaitan dengan minyak.
Untuk mencegah hal itu terjadi maka diambilah kebijakan penyerangan ini melalui dalih terorisme dan WMD yang sama sekali tidak terbukti dimiliki oleh negara Iraq.
2.Accelerating Factor.
 Merupakan faktor yang mempercepat terjadinya konflik. Ketika suatu permasalahan sudah ada dasarnya, maka faktor selanjutnya adalah bagaimana permasalahan tersebut dapat bergerak dengan cepat untuk menjadi konflik bersenjata. Faktor apakah yang menjadikan konflik tersebut cepat terjadi.
Kepemimpinan tirani Saddam Husain menjadi faktor yang mempercepat serangan Amerika ini. Meskipun Amerika berusaha mengelak dengan alasan demokrasi, namun tetap saja hingga detik ini demokrasi belum bisa berdiri.
“The U.S. military may have the ability to destroy Saddam Hussein, but the United States cannot promote democracy in the Muslim world and peace in the Middle East, nor can it deal with the threat posed to all of us by terrorist networks such as Al Qaeda, and by weapons of mass destruction, by pursuing its current policies.”14

3.Triggering Factor.
 Merupakan faktor yang memicu konflik. Ketika konflik sudah mendasar dan dipercepat oleh beberapa faktor, maka faktor yang terakhir adalah faktor yang memicu terjadinya perang.
Amerika telah merencanakan segalanya dengan baik. 9/11 menjadi tonggak adanya kampanye Global War on Terrorism. Dengan dalih ini, Amerika memborbardir Iraq yang akhirnya terbukti tidak memiliki keterkaitan dengan 9/11.

Aspek Untuk Menciptakan Perdamaian.
"This little boy and girl, their father was shot by the Americans. Who will take care of this family? Who will watch over these children? Who will feed them now? Who? Why did they kill my brother? What is the reason? Nobody told me. He was a truck driver. What is his crime? Why did they shoot him? They shot him with 150 bullets! Did they kill him just because they wanted to shoot a man? That's it? This is the reason? Why didn't anyone talk to me and tell me why they have killed my brother? Is killing people a normal thing now, happening every day? This is our future? This is the future that the United States promised Iraq?"15
Penderitaan rakyat Iraq telah mencapai puncaknya. Perang tanpa akhir yang dimulai AS ini telihat masih akan terus berlanjut. Johns Hopkins Bloomberg School of Health (dan seorang doktor dari School of Medicine at Baghdad's al-Mustansiriya University) memperkirakan angka kematian warga Iraq mencapai 655.000 jiwa sejak Maret 2003, sangat jauh berbeda dengan laporan yang dikeluarkan oleh Kita yang hanya 60.000 jiwa.16 Sejujurnya, Saya lebih mempercayai laporan yang dikeluarkan oleh John Hopkins Bloomber School of Health sebagai pihak yang berdiri netral.
Lalu apa yang harus dilakukan untuk menciptakan perdamaian antara Iraq dan Amerika? Dalam perang ini, para resolver terbentur pada kenyataan yang menunjukkan bahwa Amerika adalah kekuatan super power yang tak tertandingi. Negara adi daya ini sulit diganggu gugat dalam kebijakkannya yang sangat kontroversi. Organisasi yang seharusnya menjaga perdamaian dunia-PBB-justru ditukangi AS untuk memperbesar pengaruhnya di Timur Tengah.
Ditambah lagi dominansi AS dalam aliansi militernya, NATO. Dengan kekuatan besar yang mendukungnya, tampaknya akan sangat sulit. Meskipun demikian bukan berarti aspek dan jalan menuju perdamaian telah tertutup sepenuhnya.
Three Recommendation of Solutions nampaknya tidak terpakai tanpa adanya kekompakkan dan kebersamaan dunia internasional, hal ini telah terbukti dengan tidak bersuaranya PBB dengan invasi AS ke Iraq.
Hal yang bisa dilakukan adalah dengan menciptakan suatu aliansi militer baru antara Russia dan China ditambah negara-negara radikal seperti, Iran, Venezuela, Korea Utara, dan lain sebagainya menjadi satu blok kekuatan baru. Dengan demikian dapat menciptakan adanya Balance of Power di dalam sistem internasional sekarang.
Adanya kekuatan baru akan membuat Amerika berpikir dua kali dalam melakukan penyerangan ke negara lain. China saat ini telah menunjukkan gelagatnya sebagai negara super power.
“China's defense expenditures are much higher than Chinese officials have publicly admitted. It isestimated that China's is the third-largest military budget in the world, and now the largest in Asia. Since no nation threatens China, one wonders: Why this growing investment ?”17










Literatur
Buku :
Couloumbus A. Theodore, dan Wolfe H. James. 1999. Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power. Putra A Bardin, cv.
Buzan, Barry. (1994). An Introduction to Strategic Studies : Military Technology & International Relations. (China : Macmillan Press Ltd.).
Hermawan, Yulius P. (2007). Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional : Aktor, Isu dan Metodologi. (Yogyakarta : Graha Ilmu).
Heywood, Andrew. (2000). Key Concepts in Politics. (New York : Palgrave).
Internet:
President Discusses Global War on Terror at Kansas State University Kansas State University Manhattan, Kansas
http://www.whitehouse.gov/news/releases/2006/01/20060123-4.html
Renewal in Iraq
http://www.whitehouse.gov/infocus/iraq/
President Visits Mississippi, Discusses Gulf Coast Reconstruction
http://www.whitehouse.gov/news/releases/2006/01/20060112-3.html
Iraq and Al Qaeda. CSS report
http://www.fas.org/sgp/crs/terror/RL32217.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar